
Metronewsntt.com, Kupang- Dalam rangka menyatukan perspektif kesetaraan sekaligus meningkatkan daya analisis pemberitaa yang bias Gender, Disabilitas, Sosial Inklusi, Yayasan Ume Daya Nusantara (UDN) Kupang, Nusa Tenggara Timur bersama INKLUSI, Kemitraan Austalia -Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif dan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) mengelar penguatan kapasitas forum media dan jurnalis .
Kegiatan yang menghadikan dua narasumber yakni Kamerudin Azis seorang bloger yang sering menulis terkait Gedsi dan juga Maria Rita Hasugian seorang mantan Jurnalis Tempo yang aktif mengkampanyekan Gedsi tersebut,berlangsung di Hotel Harper Kupang, Kamis (19/10).
Dalam kesempatan itu, Wakil Direktur Yayasan Ume Daya Nusantara, Simon Sadi Open, mengatakan, kegiatan yang digelar ini bagian dari penguatan kapasitas bagi forum media dan jurnalis bertujuan agar menyatukan perspektif kesetaraan sekaligus meningkatkan daya analisis pemberitaan akan isu Perempuan, Anak, Disabilitas dan Inklusi Sosial (PADI).
“Penguatan kapasitas bagi forum media dan jurnalis bertujuan agar menyatukan perspektif kesetaraan isu GEDSI, sehingga media menjadi corong dalam memberi perhatian yang spesifik,”kata Simon, pada sela-sela kegiatan itu.
Sementara itu, Fasilitator Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) Makassar, Komarudin Azis, dalam materinya mengatakan, jurnalis dan forum media memiliki peran penting dan efektif dalam menyuarakan dan menyebarluaskan isu GEDSI atau PADI, sehingga perlu adanya persamaan perspektif dan pedoman jurnalistik pemberitaan serta kemampuan menganalisis tulisan bias perempuan dan gender, bias anak, bias disabilitas untuk mengawal isu GEDSI yang berpihak pada kelompok minoritas, rentan dan marginal.
Kepekaan isu PADI dalam jurnalisme dari liputan hingga pemberitaan atau tulisan inklusi juga harus diaktualisasikan pada kewajiban profesi seorang jurnalis, sehingga kepekaan gender tidak menjadi penyimpangan kewajiban jurnalisme dalam memberitakan suatu informasi atau pesan penting kepada publik.
“Peran jurnalis sangat penting dan efektif menyuarakan isu – isu GEDSI atau PADI, sehingga kepekaan gender dan tulisan bias tidak menyimpang dalam memberitakan suatu informasi atau pesan bagi publik,” kata Komarudin.
Sedangkan Maria Rita Hasugian dalam sharing pengalaman soal Gedsi menilai tulisan-tulisan terkait Gedsi belum tercover dari hulu yakni masyarakat sebagau subyeknya.
“Konstruksi sosial dari jurnalisme tentang perempuan sangat rendah . Bicara gedsi itu bicara soal perasaan. Jadi tulisan harus fokus pada subyek yang mengalami jangan melalui orang lain,” ujar Rita yang saat sebagai pimpinan media online Kantong NTT.
Ada empat kategori narasumber soal isu Gedsi yang penting untuk diketahui dalam membuat sebuah tulisan. Yang pertama subyek yang mengalami. Lalu yang berikut bisa mengambil narasumber dari keluarga atau orang terdekat misalnya keluarga, atau kerabat terdekat.
Dan untuk narasumber kategori ketiga, katanya adalah orang yang berhubungan langsung dengan apa yang dialami subyek. Bisa saja tetangga, RT atau RW setempat. ” Narasumber yang terakhir adalah pengambil kebijakan yang diambil bisa bersama dengan istansi terkait atau yang relevan dengan persoalan subyek.,” tutupnya.(mnt)